Rabu, 16 Maret 2016

APA ITU HIPERBARIK?

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK solusi baru hidup sehat.

APAKAH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (HBOT) ?

Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu rungan menghirup oksigen murni 100% bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) antara 18 – 22 psi tergantung kebutuhan, semula terapi ini dikhususkan untuk penyelam yang mengalami kelainan atau penyakit akibat penyelaman. Tapi kemudian dikembangkan untuk terapi penyakit klinis serta dapat meningkatkan kebugaran, dan secara klinis telah terbukti. Terapi oksigen hiperbarik pertama kali diperkenalkan oleh Behnke pada tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan kepada para penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi (Caisson’s Disease), emboli gas dan keracunan gas yang timbul

KECELAKAAN THERAPY HIPERBARIK

HIPERBARIK THERPY TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK RS TNI AL dr. Mintohardjo memperkenalkan kepada masyarakat umum dan sejawat dokter tentang tersedianya fasilitas Terapi Oksigen Hiperbarik di rumah sakit kami. Apakah Terapi Oksigen Hiperbarik itu? Terapi Oksigen Hiperbarik adalah suatu cara pengobatan dimana peserta terapi bernafas dengan menghirup Oksigen murni (100%) di dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi lebih dari 1 Atmosfer Absolut. Terapi OHB merupakan terapi utama pada penyakit penyelaman dan terapi tambahan pada berbagai penyakit klinis. Oksigen sangat diperlukan oleh mahluk hidup agar seluruh organ tubuhnya dapat berfungsi normal dan tetap sehat. Oksigen Hiperbarik merupakan metode terapi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan didukung berbagai hasil penelitian (Evidence Base Medicine). Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik Pengobatan Utama 1. Penyakit penyelaman (Decompression Sickness dan Emboli Gas Arteri) 2. Keracunan gas (CO, HCN, H2S) * Mempercepat pelepasan gas beracun * Meningkatkan kadar Oksigen sehingga kebutuhan seluruh sel tubuh akan terpenuhi Manfaat Klinis 1. Luka yang sulit sembuh seperti luka pada penderita kencing manis, luka terinfeksi, gas gangren, infeksi tulang, crush injury, compartment syndrome, luka bakar, luka pasca operasi dan transplantasi * Meningkatkan sistem pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi * Pembentukan cabang-cabang pembuluh darah baru untuk mengatasi penyumbatan dan kerusakan pembuluh darah 2. Kencing manis 3. Gangguan saraf seperti stroke dan neuropati 4. Gangguan telinga seperti tuli mendadak dan telinga berdenging. 5. Gangguan keseimbangan seperti vertigo 6. Penyempitan pembuluh darah mata 7. Gangguan saluran cerna seperti tukak lambung 8. Mengatasi infeksi Jamur 9. Alergi Meningkatkan Kebugaran Pada dekade terakhir terbukti bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran dan kecantikan * Meningkatkan kadar Oksigen seluruh tubuh * Mempercepat recovery pada kelelahan fisik dan meningkatkan kebugaran * Meningkatkan pembentukan jaringan kolagen untuk kelenturan & kecantikan kulit * Memperbaiki pola tidur Jadwal Terapi Oksigen Hiperbarik Sesi I 06.30 – 08.30 WIB Sesi II 08.30 – 10.30 WIB Sesi III 10.30 – 12.30 WIB

Rabu, 24 Februari 2016

PENERAPAN JENJANG KARIER PERAWAT DI RSUD

Bisakah RSUD Milik pemerintah daerah menerapkan sistim jenjang karir dan sistim remunerasi pada Perawat? Jawabnya sangat bisa, hanya tinggal mengadopsi apa yang telah di terapkan oleh Rumah Sakit Umum Pusat milik Kemenkes. Sumber dana remunerasi dari mana? ya dari jasa Pelayanan. Yang perlu diperbaiki cara pembagian berdasarkan jenjang karir. Seperti apa tingkatan jenjang karir? Sebenarnya berdasarkan kesepakatan yang di bentuk melalui komite keperawatan atau bisa juga mengacu pada standar yang telah ditetapkan Kemenkes pada RSUP. Sebagai acuan, bisa juga memakai klasifikasi jenjang karir Perawat yang pernah disampaikan Dewi Irawaty, MA, PhD Ketua Umum PPNI pada RAKERNAS II AIPDIKI 2014, sebagai berikut: Perawat Klinik I (PK I) adalah: Perawat lulusan D-III atau Ners . Perawat Klinik II (PK II) adalah: Perawat lulusan D III Keperawatan dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja 3 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-II . Perawat Klinik III (PK III) adalah: Perawat lulusan D III Keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 0 tahun, dan memiliki sertifikat PK-III. Perawat Klinik IV (PK IV) adalah: Ners dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun, dan memiliki sertifikat PK-IV. Perawat Klinik V (PK V) adalah: Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun dan memiliki sertifikat PK-V . Lanjutannya bisa dilihat seperti bagan dibawah ini: Pendapatan remunerasi Perawat bisa acuannya berdasarkan jenjang karir seperti di atas, dan kewenangan klinik dalam menjalankan Asuhan Keperawatan berdasarkan klasifikasi jenjang karir. Standar Prosedur Operasional kewenangan klinik, dirumuskan oleh komite sub Kredensial. Penulis berkeyakinan jika jenjang karir diterapkan pada tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, maka Perawat akan terpacu untuk terus meningkatkan kapasitas dan profesionalitas, baik secara pendidikan dan pelatihan, maupun secara skill dan kemampuan, karena ada yang memotivasi untuk mendapatkan itu. Kendala yang dihadapi saat ini, belum satu persepsinya antara komite keperawatan sebagai penggerak, dengan pihak manajemen Rumah Sakit sebagai pembuat keputusan.(

Selasa, 23 Februari 2016

TUGAS DAN WEWENG KOMITE KEPERAWATAN

PMK No 49 Tahun 2013 :
Rumah Sakit Harus Membentuk Komite Keperawatan

Menteri Kesehatan RI (dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH) telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit.

Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus membentuk komite keperawatan. Komite keperawatan ini bukan merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan, melainkan organisasi non struktural dengan keanggotaan yang terdiri dari tenaga keperawatan (perawat dan bidan).

Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan, sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Untuk subkomite terdiri dari subkomite
(1) kredensial,
(2) mutu profesi dan
(3) etika dan disiplin profesi. Keanggotaan komite keperawatan ditetapkan oleh direktur RS dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi dan perilaku. Sedangkan untuk jumlah personil keanggotaan komite keperawatan disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit.

Wewenang Komite Keperawatan sesuai pasal 12 meliputi :
(1) memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis,
(2) memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis,
(3) memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu,
(4) memberikan rekomendasi surat penugasan klinis,
(5) memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan,
(6) memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan kebidanan berkelanjutan, dan
(7) memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomendasi pemberian tindakan disipllin.

Pendanaan

Pelaksanaan kegiatan komite keperawatan didanai dengan

ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN BAGIAN ATAS

ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN BAGIAN ATAS




Pernafasan bagian atas, meliputi hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia. Ketika masuk ronga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mucus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mucus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus ke posterior didalam rongga hidung, dank e superior didalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mucus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trachea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah.

*      Hidung
Hidung bagian luar (eksternal) merupakan bagian hidung yang terlihat. Dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang rawan. Keduanya dibungkus dan dilapisi oleh kulit dan sebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu mencegah benda-benda asing masuk ke dalam hidung. Kavum Nasalis (Nasal Cavity) adalah suatu lubang besar yang dipisahkan oleh septum. Nares anterior adalah bagian terbuka yang masuk kedalam dari sebelah luar dan posterior nares terbuka dengan cara yang sama pada bagian belakang, masuk kedalam faring. Langit-langit dibentuk aloe tulang athmoidalis pada bagian dasar tengkorak dan lantai yang keras serta palatum lunak pada bagian langit-langit mulut. Dinding lateral rongga dibentuk oleh maksila, konkanasalis tengah dan sebelah luar tulang ethmoidalis yang tegak lurus dan vomertis, sementara bagian anterior dibentuk oleh tulang rawan.
Ketiga konka nasalis tersebut diproyeksikan kedalam rongga nasal pada setiap sisi sehingga memperbesar luas bagian dalam hidung. Rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa bersilia yang memiliki banyak pembuluh darah dan udara dihangatkan setelah melewati epithelium yang mengandung banyak kapiler. Mucus membasahi udara dan menangkap banyak debu dan silia menggerakan/memindahkan mukus belakang kedalam faring untuk menelan dan meludah. Ujung-ujung saraf indra penciuman terletak dibagian tertinggi rongga hidung disekitar lembaran cribriform tulang ethmoidalis.
Beberapa tulang disekitar rongga dasar berlubang. Lubang didalam tulang tersebut disebut sinus parasinalis, yang memperlunak tulang dan berfungsi sebagai ruang bunyi suara, menjadikan suara beresonansi. Sinus maksilaris terletak dibawah orbit dan terbuka melalui dinding lateral hidung. Sinus frontalis terletak diatas orbit kea rah garis tengah tulang frontalis. Sinus frontalis cukup banyak dan merupakan bagian tulang ethmoidalis yang memisahkan lingkaran hidung dan sinus sfeinoidalis berada didalam tulang sfenoidalis. Semua sinus paranasalis dilapisi oleh membrane bermukosa dan semua terbuka kedalam rongga nasal, dimana mereka dapat terinfeksi.
*      FARING
Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulan sfenoidalis dan sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian belakang faring dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan penghubung, semntara dinding depannya tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung, mulut dan laring. Faring dibagi kedalam tiga bagian, nasofaring yang terletak dibelakang hidung, orofaring yang terletak dibelakang mulut dan laringofaring yang terletak dibelakang laring.
Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung diatas spalatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang disebut tonsil faringeal yang biasanya disebut adenoid. Jaringan ini kadang-kadang membesar dan menutupi faring serta menyebabkan pernafasan mulut pada anak-anak. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral nasofaring dan melalui tabung tersebut udara dibawa ke bagian tengah telinga. Nasofaring dilapisi membrane mukosa bersilia yang merupakan lanjutan dari membrane yang melapisi bagian hidung.
Orofaring terletak di belakang mulut diwah palatum lunak, dimana dinding lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan dinding ini, ada yang disebut arkus palate-glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsilpalatum. Orofaring merupakan bagian dari sistem pernafasan dan sistem pencernaan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menelan dan bernafas secara bersamaan. Saat menelan, pernafasan berhenti sebentar dan orofaring terpisah sempurna dari nasofaring dengan terangkatnya palatum. Orofaring dilapisi oleh jaringan epitel berjenjang.
*      LARING
Laring merupakan lanjutan bagian bawah orofaring dan bagian atas trachea. Disebelah atas laring terletak tulang hyoid dan akar lidah. Otot leher terletak didepan laring dan dibelakang laring terletak laringofaring dan vertebra servikalis. Pada sisi lain terdapat lubang kelenjar tiroid. Laring disusun oleh beberapa tulang rawan tidak beraturan yang dipersatukan oleh ligament dan membrane-membran.
Tulang rawan tiroid dibentuk oleh dua lempeng tulang rawan datar yang digabungkan bersama kebagian depan untuk membentuk tonjolan laryngeal atau adam’s apple (buah jakun). Disebelah atas tonjolan laring tersebut terdapat suatu noktah tiroid. Tulang rawan tiroid pada pria lebih besar daripada wanita. Bagian atas dilapisi oleh epitel berjenjang dan bagian bawahnya oleh epitel bersilia.
Tulang rawan krikoideus terletak dibawah tulang rawan tiroid dan berbentuk seperti suatu cincin bertanda pada bagian belakangnya. Tulang tersebut membentuk dinding lateral dan posterior laring dan dilapisi oleh epitel bersilia.
Epiglotis adalah tulang rawan berbentuk daun yang terikat pada bagian dalam bagain depan dinding tulang rawan tiroid, dibagian bawah noktah tiroid. SElama proses menelan, laring bergerak kea rah atas dan kearah depan, sehingga laring yang terbuka tersebut dapat ditahan oleh epiglottis.
Tulang rawan aritenoid adalah sepasang piramida kecil yang dibentuk oleh tulang rawan hialin. Tulang rawan ini terletak pada ujung atas sebelah laur tulang rawan krikoideus dan ligament suara menyatu pada tulang rawan tersebut. Tulang rawan ini membentuk dinding posterior laring.
Tulang hyoid dan tulang rawan laringeus digabungkan oleh ligament dan membrane. Salah satunya ialah membrane krikotiroid, sekelilingnya menyatu dengan sisi atas tulang rawan krikoid dan memiliki batas sebelah atas yang bebas, yang tidak sirkular seperi batasan sebelah bawah, tetapi membentuk dua garis paralel yang melintas dari depan kebeakang. Kedua batasan parallel tersebut adalah ligament suara (vocal ligament). Mereka terikat pada bagian tengah tulang rawan tiroid disebelah depan dan pada tulang rawan aritenoid pada bagian belakang dan mengandung banyak jaringan elastic. Ketika otot intrinsic lain menggantikan posisi tulang rawan aritenoid, ligament suara ditarik bersama, menyempitkan celah diantara mereka. Apabila udara digerakkan melalui celah sempit yang disebut chink selama ekspirasi, ligament suara bergetar dan menghasilkan bunyi. Nada dari bunyi yang dihasilkan tergantung pada panjang dan kekencangan ligament. Tekanan yang meningkat menghasilkan not yang lebih tinggi sedangkan tekanan yang lebih kendur menghasilkan not yang lebih rendah. Suara bergantung kepada tenaga yang menyebabkan udara terhisap. Perubahan suara menjadi kata-kata yang berbeda tergantung pada gerakan mulut, lidah, bibir dan otot muka.
TRAKEA
Trakea dimulai dari bagian bawah laring dan melewati bgaian depan hidung menuju dada. Trakea dibagi atas bagian kiri dan kanan bronkus utama yang sejajar dengan vertebrae thoraciae yang kelima. Panjangnya sekitar 12 cm. istmus kelenjar tiroid memotong bagian depan trakea dan lengkung aorta terletak disebelah bawahnya dengan “manubrium sternum” didepannya. Esophagus terletak dibelakan trakea, memisakannya dari badan vertebra torasik. Pada sisi-sisi lain trakea terdapat paru-paru, dengan lobus kelenjar tiroid disebelah atasnya. Dinding trakea tersusun atas otot involunter dan jaringan fibrosa yang diperkuat oleh cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna. Defisiensi dalam tulang rawan terlertak pada bagian belakang, dimana trakea bersentuhan dengan esophagus. Ketika suatu bolus makanan ditelan, esophagus mampu mengembang tanpa gangguan, tetapi tulang rawan mempertahankan kepatenan jalan nafas. Trakea dihubungkan dengan epithelium yang mengandung sel-sel goblet yang menyekresi mucus. Silia membersihkan mucus dan partikel-partikel asing yang dihisap ke arah laring.

Kamis, 18 Februari 2016

PERMENKES NO.59 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN


PMK No 49 Tahun 2013 : Rumah Sakit Harus Membentuk Komite Keperawatan

Menteri Kesehatan RI (dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH) telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus membentuk komite keperawatan. Komite keperawatan ini bukan merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan, melainkan organisasi non struktural dengan keanggotaan yang terdiri dari tenaga keperawatan (perawat dan bidan).

Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan, sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Untuk subkomite terdiri dari subkomite (1) kredensial, (2) mutu profesi dan (3) etika dan disiplin profesi. Keanggotaan komite keperawatan ditetapkan oleh direktur RS dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi dan perilaku. Sedangkan untuk jumlah personil keanggotaan komite keperawatan disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit.

Wewenang Komite Keperawatan sesuai pasal 12 meliputi (1) memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis, (2) memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis, (3) memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu, (4) memberikan rekomendasi surat penugasan klinis, (5) memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan, (6) memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan kebidanan berkelanjutan, dan (7) memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomendasi pemberian tindakan disipllin.

Pendanaan

Pelaksanaan kegiatan komite keperawatan didanai dengan anggaran rumah sakit dan kepengurusan komite keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan rumah sakit.

Pembinaan dan Pengawasan

Sebagai bentuk peningkatan kinerja Komite Keperawatan dalam menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan serta keselamatan pasien di rumah sakit, dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap komite keperawatan. Bentuk pembinaan dan pengawasan berupa (1) advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis; (2) pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, (3) monitoring dan evaluasi.

Menteri Kesehatan RI (dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH) telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus membentuk komite keperawatan. Komite keperawatan ini bukan merupakan wadah perwakilan dari staf keperawatan, melainkan organisasi non struktural dengan keanggotaan yang terdiri dari tenaga keperawatan (perawat dan bidan).

Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan, sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Untuk subkomite terdiri dari subkomite (1) kredensial, (2) mutu profesi dan (3) etika dan disiplin profesi. Keanggotaan komite keperawatan ditetapkan oleh direktur RS dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi dan perilaku. Sedangkan untuk jumlah personil keanggotaan komite keperawatan disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di rumah sakit.

Wewenang Komite Keperawatan sesuai pasal 12 meliputi (1) memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis, (2) memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis, (3) memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu, (4) memberikan rekomendasi surat penugasan klinis, (5) memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan, (6) memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan kebidanan berkelanjutan, dan (7) memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomendasi pemberian tindakan disipllin.

Pendanaan

Pelaksanaan kegiatan komite keperawatan didanai dengan anggaran rumah sakit dan kepengurusan komite keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan rumah sakit.

Pembinaan dan Pengawasan

Sebagai bentuk peningkatan kinerja Komite Keperawatan dalam menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan serta keselamatan pasien di rumah sakit, dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap komite keperawatan. Bentuk pembinaan dan pengawasan berupa (1) advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis; (2) pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, (3) monitoring dan evaluasi.

Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan komite keperawatan dilakukan oleh Menteri, Badan Pengawas Rumah sakit provinsi, dewan pengawas rumah sakit, kepala dinas kesehatan provinsi, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, dan perhimpunan/asosiasi perumahsakitan dengan melibatkan organisasi profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

PROSES KREDENSIAL DAN REKREDENSIAL PERAWAT/BIDAN


Proses Kredensial dan Re-Kredensial Perawat/Bidan

Istilah Etik Kredensial sering disalah artikan oleh kita, seolah-olah kredensial adalah menyelesaikan masalah etik. Padahal etik dan kredensial adalah hal sangat berbeda.
Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis. Sedangkan re-kredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut.
Dengan begitu, kredensial berbicara tentang lingkup kewenangan yang dimiliki oleh seorang tenaga perawat. Hasil akhir dari proses kredensial adalah diberikannya surat penugasan klinis oleh direktur sesuai dengan jenjang klinis perawat tersebut.
Salah satu tugas Komite Keperawatan melalui Subkomite Kredensial adalah melakukan kredensial terhadap seluruh tenaga keperawatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang harus ada sebelum melakukan kredensial :
  1. Ada team yang selanjutnya disebut sebagai panitia ad hoc yang dibentuk oleh Komite Keperawatan untuk melakukan kredensial. Panitia adhoc ini terdiri dari tenaga perawat rumah sakit dan mitra bestari. Mitra bestari bisa berasal dari institusi pendidikan jejaring rumah sakit, organisasi profesi, kolegium atau perawat di rumah sakit lain.
  2. Ada buku putih (white book) yang dijadikan dasar panduan dalam melakukan kredensial dan rekredensial. Buku putih ini berisi tentang ketentuan dokumen persyaratan terkait kompetensi seperti ijazah, STR, sertifikat kompetensi, logbook, surat orientasi di rumah sakit, surat keterangan sehat dll yang diperlukan. Isi utama dari Buku Putih ini adalah Rincian Kewenangan Klinis.
  3. Ada daftar kewenangan klinis yang telah disusun oleh panitia adhoc dan disahkan oleh direktur rumah sakit.
Proses kredensial menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan kepada pasien sesuai dengan standar profesi. Proses kredensial mencakup tahapan review, verifikasi dan evaluasi terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kinerja tenaga keperawatan.
Metode yang digunakan dalam kredensial ditentukan oleh masing-masing instutusi, dan dituangkan dalam Peraturan Internal Staf Keperawatan (Nursing Staf Bylaws). Beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses kredensial diantaranya adalah metode portofolio dan assesment kompetensi.
Prosedur Kredensial
  1. Perawat / Bidan mengajukan permohonan kepada Ketua Komite Keperawatan untuk memperoleh kewenangan klinis.
  2. Ketua Komite Keperawatan menugaskan kepada Subkomite Kredensial untuk melakukan proses kredensial.
  3. Subkomite Kredensial membentuk panitia adhoc untuk melakukan review, verifikasi dan  evaluasi dengan metode yang telah disepakati.
  4. Subkomite memberikan laporan kepada Ketua Komite Keperawatan hasil kredensial sebagai bahan rapat menentukan kewenangan klinis.
  5. Seluruh proses kredensial dan hasil rapat penentuan kewenangan klinis selanjutnya dilaporkan secara tertulis oleh subkomite kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada direktur dan dijadikan bahan rekomendasi kepada direktur.
  6. Direktur mengeluarkan Penugasan Klinis terhadap perawat/bidan bersangkutan.
Bagi tenaga keperawatan yang sudah lama bekerja, maka tugas subkomite kredensial adalah melakukan re-kredensial. Re-kredensial dilakukan secara periodik sesuai kebijakan masing-masing institusi apakah 3 tahun sekali atau 5 tahun sekali. Karena PMK Komite Keperawatan baru diundangkan pada Agustus 2013, maka semestinya Subkomite Kredensial Komite Keperawatan di semua rumah sakit harus sudah bersiap diri melakukan proses kredensial yang pertama kepada seluruh perawat yang ada di rumah sakit masing-masing. Karena amanah PMK Komite Keperawatan mengharuskan seluruh tenaga perawat/bidan harus memiliki Surat Penugasan Klinis yang dikeluarkan oleh Direktur Rumah Sakit.
Tentang SPO Kredensial, Rincian Kewenangan Klinis, Buku Putih, CPD dll dibahas lebih lanjut